Tinjauan Yuridis Mengenai Peranan Komisi Pemberantasan
Korupsi (KPK) Dalam Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Di Indonesia
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Balakang
Masalah
Perang terhadap korupsi
merupakan fokus yang sangat signifikan dalam suatu negara berdasarkan hukum,
bahkan merupakan tolak ukur keberhasilan suatu pemerintahan. Salah satu unsur
yang sangat penting dari penegakan hukum dalam suatu negara adalah perang
terhadap korupsi, karena korupsi merupakan penyakit kanker yang imun, meluas, permanen
dan merusak semua sendi kehidupan berbangsa dan bernegara termasuk perekonomian
serta penataan ruang wilayah .
Di Indonesia Korupsi
dikenal dengan istilah KKN singkatan dari korupsi, kolusi dan nepotisme.
Korupsi sudah menjadi wabah penyakit yang menular di setiap aparat negara dari
tingkat yang paling rendah hingga tingkatan yang paling tinggi. Berdasakan
laporan tahunan dari lembaga internasional ternama, Political and Economic Risk
Consultancy (PERC) yang bermarkas di Hongkong, Indonesia adalah negara yang
terkorup nomor tiga di dunia dalam hasil surveinya tahun 2001 bersama dengan
Uganda. Indonesia juga terkorup nomor 4 pada tahun 2002 bersama dengan Kenya.
Sedangkan Pada tahun 2005 PERC
mengemukakan bahwa Indonesia masih menjadi negara terkorup di dunia[1]).
mengemukakan bahwa Indonesia masih menjadi negara terkorup di dunia[1]).
Korupsi di Indonesia
bukanlah hal yang baru dan menjadi endemik yang sangat lama semenjak
pemerintahan Suharto dari tahun 1965 hingga tahun 1997. Penyebab utamanya
karena gaji pegawai negeri dibawah standar hidup sehari-hari dan sistem pengawasan
yang lemah. Secara sistematik telah diciptakan suatu kondisi, baik disadari
atau tidak dimana gaji satu bulan hanya cukup untuk satu atau dua minggu.
Disamping lemahnya sistem pengawasan yang ada memberi kesempatan untuk
melakukan korupsi. Sehingga hal ini mendorong para pegawai negeri untuk mencari
tambahan dengan memanfaatkan fasilitas publik untuk kepentingan pribadi walau
dengan cara melawan hukum.
Selain itu, sistem
peradilan pidana Indonesia tidak berjalan efektif untuk memerangi korupsi.
Sehingga pelaku korupsi terbebas dari jeratan hukum. Menurut Bank Dunia bahwa
korupsi di Indonesia terjadi dimana-mana di berbagai level golongan pegawai
negeri sipil, tentara, polisi dan politisi bahkan sudah melanda beberapa
kelembagaan seperti Kepolisian, Kejaksaan, Peradilan, Dewan Perwakilan Rakyat
(DPR) yang seharusnya bertugas untuk memberantas korupsi[2]).
Kejadian tersebut di
atas menyebabkan protes dan penolakan dari masyarakat luas terhadap
pemerintahan Suharto maupun para penggantinya. Adanya korupsi dimana-mana dan
timbulnya perasaan jengkel karena keadilan yang dinantikan masyarakat tak
kunjung tiba, ditambah lagi keadaan ekonomi rakyat kian parah. Indonesia
Corruption Watch mengemukakan bahwa hal tersebut di atas menghasilkan krisis
ekonomi di Indonesia yang berujung dengan kejatuhan rezim Suharto.
Reformasi nasional tahun
1998 yang berhasil menjatuhkan pemerintahan Suharto pada bulan Mei 1998 tidak
serta merta mengeliminasi korupsi. Walaupun Presiden berikutnya setelah era
Suharto berjanji untuk memerangi korupsi tetapi hanya sedikit sekali kemajuan
yang dicapai untuk memerangi korupsi. Bahkan para presiden pengganti Suharto
telah tercemari skandal korupsi seperti pengumpulan dana politik secara melawan
hukum. Banyak para pejabat negara telah terlibat dalam skandal korupsi termasuk
para pejabat tinggi negara, petinggi Golkar, anggota DPR dari Partai Demokrasi
Indonesia Perjuangan (PDI-P)[3]).
Dalam kampanye pemilihan
Presiden pada tahun 2004 yang lalu Presiden Susilo Bambang Yudhoyono mengusung
dan berjanji untuk memerangi korupsi sebagai tujuan utamanya. Jawaban untuk
memerangi korupsi merupakan harapan seluruh bangsa Indonesia minus koruptor.
Hal inilah yang menarik pemilih untuk memilihnya dan berhasil mengalahkan
Megawati.
Pembentukan Komisi
Pemberantas Korupsi (KPK) dimaksudkan untuk memerangi korupsi sekaligus untuk
menjawab tantangan ketidak berdayaan sistem peradilan pidana di Indonesia. KPK
secara resmi dibentuk dengan adanya UU. Nomor 30 tahun 2002 dan setelah
terpilihnya pimpinan dan Ketua KPK pada tanggal 16 Desember 2003.
B. Identifikasi
Masalah
Berdasarkan latar
belakang masalah yang telah diuraikan tersebut diatas, maka penulis
mengidentifikasi permasalahan hukum yang akan dikaji berkaitan dengan penulisan
tugas dalam mata kuliah Delik-delik Khusus ini yaitu bagaimanakah peranan
Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dalam pemberantasan tindak pidana korupsi di
Indonesia ?
BAB II
TINJAUAN TEORI
A. Pengertian
Korupsi
Kata korupsi berasal
dari bahasa latin “coruptio” atau
“corrutus”,
selanjutnya disebutkan bahwa coruptio itu
berasal dari kata corrumpere suatu
kata latin yang lebih tua. Menurut bahasa eropa seperti Inggris, istilah
korupsi adalah :corruption,
corrup. Perancis : corruption. Dan
dalam bahasa Belanda : corruptie.Dalam
bahasa Indonesia arti dari kata korupsi itu ialah kebusukan, kebejatan,
ketidakjujuran, dapat disuap, tidak bermoral, dan penyimpangan dari kesucian.
Arti dari korupsi yang
telah diterima dalam perbendaharaan kata Bahasa Indonesia itu telah disimpulkan
oleh Poerwadarminta dalam kamus umum bahsa Indonesia bahwa korupsi adalah :[4])
“Perbuatan yang buruk
seperti penggelapan uang, penerimaan uang sogok, dan sebagainya, lalu dalam
kamus besar bahasa Indonesia yang dikeluarkan oleh Departemen Pendidikan dan
Kebudayaan edisi kedua 1995 mengartikan korupsi sebagai penyelewengan atau
penggelapan (uang negara atau perusahaan dan sebagainya) untuk keuntungan
pribadi atau orang lain. Jadi secara epistemologis kata korupsi berarti
kemerosotan dari keadaan yang semula baik, sehat, benar menjadi penyelewengan,
busuk, kemerosotan itu terletak pada fakta bahwa orang menggunakan kekuasaan,
kewibawaan, dan wewenang jabatan menyimpang dari tujuan yang semula dimaksud”.
B. Pengertian
Tindak Pidana Korupsi
Pengertian tindak pidana
korupsi berdasarkan Undang-undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang pemberantasan
tindak pidana korupsi lebih luas seperti yang tercantum di dalam Pasal 1 ayat
(1) Undang-Undang Nomor 3 Tahun 1971 tentang Pemberantasan Tindak Pidana
Korupsi. Undang-undang Nomor 31 Tahun 1999 menyebutkan, dihukum karena tindak
pidana korupsi, yaitu :[5])
1.
Barang siapa dengan melawan hukum melakukan perbuatan memperkaya
diri sendiri atau orang atau suatu badan yang secara langsung atau tidak
langsung dapat merugikan keuangan negara dan atau perekonomian negara atau
diketahui atau patut disangka olehnya bahwa perbuatan tersebut merugikan
keuangan negara atau perekonomian negara.
2.
Barang siapa dengan tujuan menguntungkan diri sendiri atau orang
lain atau suatu badan, menyalahgunakan kewenangan, kesempatan atau sarana yang
ada atau yang karena jabatan atau kedudukan, yang secara langsung atau tidak
langsung dapat merugikan keuangan negara dan perekonomian negara.
3.
Barang siapa melakukan kejahatan yang tercantum dalam Pasal 209,
210, 387, 388, 415, 416, 417, 418, 419, 420, 423, 425, dan Pasal 435 Kitab
Undang-Undang Hukum Pidana.
4.
Barang siapa memberi hadiah atau janji kepada pegawai negeri
seperti dimaksud dalam Pasal 2 dengan mengingat sesuatu kekuasaan atau sesuatu
wewenang yang melekat pada jabatannya atau kedudukannya atau oleh si pemberi
hadiah atau janji dianggap melekat pada jabatan atau kedudukan itu.
5.
Barang siapa tanpa alasan yang wajar dalam waktu yang
sesingkat-singkatnya setelah menerima pemberian atau janji yang diberikan
kepadanya seperti yang tersebut dalam Pasal 418, 419 dan Pasal 420 Kitab
Undang-Undang Hukum Pidana, tidak melaporkan pemberian atau janji tersebut
kepada yang berwajib.
Pengertian tindak pidana
korupsi berdasarkan undang-undang tentang pemberantasan tindak pidana korupsi
lebih luas lagi yaitu dengan dicantumkan korporasi sebagai subjek hukum.
Pengertian korporasi sendiri tercantum dalam Pasal 1 angka 1 Undang-undang
Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi yang
menyebutkan, bahwa korporasi adalah kumpulan orang dan atau kekayaan yang
terorganisasi baik merupakan badan hukum maupun bukan badan hukum.
BAB III
PENDAPAT HUKUM
Komisi Pemberantasan
Korupsi (KPK) adalah lembaga negara yang dalam melaksakan tugas dan wewenangnya
bersifat independen dan bebas dari pengaruh kekuasaan manapun (Pasal 3
Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasan Korupsi).
Tujuan dibentuknnya KPK
tidak lain adalah meningkatkan daya guna dan hasil guna terhadap upaya
pemberantasan tindak pidana korupsi. KPK dibentuk karena institusi (Kepolisian,
Kejaksaan, Peradilan, Partai Politik dan Parlemen) yang seharusnya mencegah
korupsi tidak berjalan bahkan larut dan terbuai dalam korupsi. Pemberantasan
tindak pidana korupsi yang terjadi sampai sekarang belum dapat dilaksanakan
secara optimal. Oleh karena itu pemberantasan korupsi perlu ditingkatkan secara
professional, intensif, dan berkesinambungan. Karena korupsi telah merugikan keuangan
negara, perekonomian negara, dan menghambat pembangunan nasional. Begitu
parahnya maka korupsi di Indonesia sudah dikategorikan sebagai tindak pidana
luar biasa (extra ordinary
crime). Cara penanganan korupsi harus dengan cara yang luar biasa.
Untuk itulah dibentuk KPK yang mempunya wewenang luar biasa, sehingga kalangan
hukum menyebutnya sebagai suatu lembaga super (super body).
Awal pembentukan KPK
dengan semangat yang tinggi untuk memberantas korupsi, namun beberapa bulan
terbentuk nampaknya KPK dibiarkan untuk mati suri. Hal tersebut terjadi karena
kesalahan pemerintah dan DPR pada waktu itu yang tidak serius memfasillitasi
KPK untuk membangun infra struktur yang kuat. Hal ini terbukti dengan KPK tidak
punya penyidik sendiri, tidak punya pegawai, tidak punya gedung yang
representatif dan tidak punya peralatan serta infra struktur untuk bergerak
cepat.
Dalam tahun pertama
menjalankan peranannya sebagai ujung tombak memerangi korupsi, KPK menghadapi
beberapa kendala yang klasik antara lain keterlambatan pencairan dana dari
pemerintah. Hal ini mengundang kritik miring dari berbagai pihak seperti
Munarman, Ketua Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI) bahwa KPK hanya
mencari-cari alasan apabila ditagih tentang kinerja pimpinan KPK. Dia juga menambahkan
bahwa sulitnya memberantas korupsi karena pemerintah khususnya pejabat-pejabat
yang berwenang dalam memberantas korupsi sama sekali tidak memiliki kemauan
politik (political will).
Selanjutnya Satya Arinanto, dosen Hukum Tata Negara Universitas Indonesia
mengatakan tidak ada upaya KPK dalam menjalankan peranannya memberantas korupsi
bukan karena faktor keterlambatan dana, karena KPK juga dapat dana dari luar
negeri maupun bantuan asistensi dari partnership. Faktor lain yang menghambat
adalah kosongnya posisi Sekretaris Jendera KPK hampir delapan bulan setelah
dibentuk, sehingga mengganggu jalannya roda administrasi. Sebenarnya hal ini
bisa ditanggulangi dengan mengangkat Pelaksana Tugas Sekretaris Jenderal.
Karena hampir setengah
setahun tidak menunjukkan kinerjanya maka KPK menuai keritik tajam dari pakar
hukum Prof Dr. Achmad Ali, yang juga anggota Komisi Nasional HAM dan praktisi
hukum Bambang Widjayanto mengatakan bahwa KPK lebih menempatkan diri seperti
akademisi, dan menjadi institusi wacana yang terlalu mengada-ada. Prof Dr. Andi
Hamzah menekankan bahwa dalam enam bulan pertama KPK baru mau mencari apa yang
harus dikerjakan.
Sebenarnya untuk
melakukan peranannya KPK diberikan kewenangan yang luar biasa seperti yang
diatur dalam Pasal 6 butir b, c, d dan e UU. No. 30 tahun 2002 tentang Komisi
Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi bahwa lembaga ini dapat bertindak
mulai dari:
1.
Mensupervisi terhadap instansi yang berwenang melakukan tindak
pidana korupsi;
2.
Melakukan penyelidikan, penyidikan, dan penuntutan terhadap
tindak pidana korupsi;
3.
Melakukan tindakan pencegahan korupsi;
4.
Memonitor terhadap penyelenggaraan pemerintahan negara.
Dalam menangani kasus
KPK diberi kewenangan memperpendek jalur birokrasi dan proses dalam penuntutan.
Jadi KPK mengambil sekaligus dua peranan yaitu tugas Kepolisian dan Kejaksaan
yang selama ini tidak berdaya dalam memerangi korupsi. Disamping itu dalam
Pasal 8 ayat (1) Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2002, KPK diberi kewenangan untuk
melakukan pengawasan, penelitian, atau penelaahan terhadap instansi yang
menjalankan tugas dan wewenang yang berkaitan dengan pemberantasan korupsi dan
instansi yang dalam melaksanakan pelayanan publik. Selanjutnya KPK mengambil
alih kasus korupsi yang sedang ditangani kepolisian atau kejaksaan apabila :
1.
laporan masyarakat mengenai tindak pidana korupsi tidak
ditinjaklanjuti;
2.
Proses penanganan tindak pidana korupsi tidak ada
kemajuan/berlarut-larut/ tetunda tanpa alasan yang bisa dipertanggung jawabkan;
3.
Penanganan tindak pidana korupsi ditujukan untuk melindungi
pelaku korupsi yang sesungguhnya;
4.
Penanganan tindak pidana korupsi mengandung unsur korupsi;
5.
Adanya hambatan penanganan tindak pidana korupsi karena campur
tangan dari eksekutif, yudikatif atau legislatif; atau
6.
Keadaan lain yang menurut pertimbangnan kepolisian atau
kejaksaan, penanganan tindak pidana korupsi sulit dilaksanakan secara baik dan
dapat dipertanggungjawabkan.
Dalam Pasal 11
Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2002, KPK juga diberi kerwenangan untuk melakukan
penyelidikan, penyidikan dan penuntutan tindak pidana korupsi yang :
1.
Melibatkan aparat pengak hukum, penyelengara negara dan orang
lain yang ada kaitannya dengan tindak pidana korupsi yang dilakukan oleh aparat
pengak hukum dan penyelengara negara;
2.
Mendapat perhatian dan meresahkan masyarakat; dan/atau
3.
Menyangkut kerugian negara paling sedikit Rp1.000.000.000 (satu
miliar rupiah).
Untuk memerangi tindak
pidana korupsi yang dikategorikan sebagai tindak pidana luara biasa (extra
ordinary crime), maka KPK diberi tambahan kewenangan yang tidak dimiliki
instititusi lain yaitu:
1.
Melakukan penyadapan dan merekam pembicaraan;
2.
Memerintahkan kepada instansi yang terkait untuk melarang
seseorang berpergian keluar negeri;
3.
Meminta keterangan kepada bank atau lembaga keuangan lainnya
tentang keadaan keuangan tersangka atau terdakwa yang sedang diperiksa;
4.
Memerintahkan kepada bank atau lembaga keuangan lainnya untuk
memblokir rekening yang diduga hasil dari korupsi milik tersangka, terdakwa,
atau pihak lain yang terkait;
5.
Meminta data kekayaan dan data perpajakan tersangka atau
terdakwa kepada instansi terkait;
6.
Menghentikan sementara suatu transaksi keuangan, transaksi
perdagangan, dan perjanjian lainnya atau pencabutan sementara perizinan,
lisensi serta konsesi yang dilakukan atau dimiliki oleh tersangka atau terdakwa
yang diduga berdasarkan bukti awal yang cukup ada hubungannya dengan tindak
pidana korupsi yang sedang diperiksa;
7.
Meminta bantuan interpol Indonesia atau instansi penegak hukum
negara lain untuk melakukan pencarian, penangkapan, dan penyitaan barang bukti
diluar negeri;
8.
Meminta bantuan kepolisian atau instansi lain yang terkait untuk
melakukan penangkapan, penahanan, penggeledahan, dan penyitaan dalam perkara
tindak pidana korupsi yang sedang ditangani.
Melihat kewenangan KPK,
maka tidak heran kalau kalangan hukum menyebutnya sebagai lembaga super
(superbody). Disamping itu, peranan KPK melebihi dari Kepolisian dan Kejaksaan
dimana Kepolisian dan Kejaksaan dapat mengeluarkan Surat Perintah Penghentian
Penyidikan dan Penuntutan (SPPP) dalam perkara tindak pidana korupsi,
sebaliknya berdasarkan Pasal 40 UU Nomor 30 Tahun 2002, KPK tidak berwenang
mengeluarkan SPP untuk menghindari adanya main mata antara tersangka dan aparat
KPK. Dengan kewenangan yang super tersebut KPK mampu mengeliminasi korupsi
secara konseptual dan sistematis. Masyarakat tidak mau tahu akan keluh kesah
KPK bekait dengan kurangya personil maupun kesendirian KPK dalam menangani
tindak pidana korupsi.
Komisi Pemberantas
Korupsi mulai memainkan perannya dengan membawa mantan Abdullah Puteh, mantan
Gubernur Nangroe Aceh Darussalam menjadi tersangka korupsi pengadaan
helikopter. Tahun 2005 merupakan kejutan dari pelaksanaan peran KPK dalam
memerangi korupsi yaitu berhasil menangkap Mulyana Wira Kusuma, anggota Komisi
Pemilihan Umum (KPU) yang mencoba menyuap salah seorang auditor BPK. Kasus ini
sekaligus mengungkap praktik korupsi di tubuh KPU yang menyeret Nazarudin
Syamsudin, Ketua, Rusadi Kantaprawira anggota KPU dan Pejabat Sekreris Jenderal
KPU serta stafnya.
Dalam waktu tidak
beberapa lama KPK menangkap pengacara Abdulah Puteh dan panitera Pengadilan
Tinggi DKI Jakarta. Dilanjutkan dengan tindakan KPK menangkap pengacara
Probosutejo dan lima pegawai MA yang terlibat transaksi penerimaan uang suap
sebanyak 6 miliar. Hal ini menyebabkan KPK menggeledah dan memeriksa tiga hakim
agung, termasuk ketuanya Bagir Manan. Kemudian Suratno, direktur Administrasi
dan Keuangan RRI dibawa kepengadilan begitu juga dengan rekanan RRI, Fahrani
Husaini.
Lagi-lagi masyarakat
dikejutkan dengan perlakuan diskriminasi KPK sewaktu memeriksa Bagir Manan
karena tidak memanggil Bagir Manan di kantor KPK tapi malah datang kekantor dan
diruangan Bagir Manan di MA. Hingga kini kasusnya tidak jelas dan terkesan
menguap ditelan awan. Ketua KPK mengakui dalam kata sambutannya memperingati
dua tahun berdirinya lembaga tersebut bahwa perang terhadap korupsi yang
dilakukannya bagaikan “kesunyian dan kesendirian” karena tidak ada kemauan yang
serius ditingkat kekuasaan, kecuali kepura-puraan belaka. Bahkan beberapa kasus
di atas tanpa rasa malu tak jarang koruptor dilindungi dengan kekuasaan dan
cara-cara invisible hand. Dia menegaskan bahwa ditengah upaya semu perang
terhadap korupsi yang dilakukan KPK, semua jadi penonton baik eksekutif,
legislatif maupun yudikatif tetap diam terpaku mesti satu persatu fakta
dipertontonkan. Tidak ada satupun instansi yang mencoba memperbaiki sistemnya.
KPK tidak akan bisa
melaksanakan perannya secara optimal bilamana tidak didukung oleh keinginan dan
tindakan nyata pemerintah dalam penegakan hukum, terutama perang terhadap
korupsi. Hal ini terlihat bahwa perombakan kabinet yang baru-baru ini dilakukan
oleh presiden sama sekali tidak menyentuh sekali bidang penegakan hukum.
Bukankah untuk sudah disindir oleh Prof Dr. Azyumardi Azra bahwa ikan membusuk
dari kepala, jadi untuk memerangi korupsi mulailah dari pimpinan tertinggi di
lembaga atau departemen tersebut. Selama itu tidak dilakukan maka perang
terhadap korupsi tak ubahnya dengan berperang melawan angin dan hanya retorika
semata-mata.
BAB IV
PENUTUP
A. Kesimpulan
Atas pendapat hukum
diatas maka dapat ditarik beberapa kesimpulan sebagai berikut :
1.
Untuk memerangi korupsi diperlukan komitmen kuat dan kerja sama
serta koordinasi yang baik antar instansi pemerintah dan aparat penegak hukum.
Tugas memberantas korupsi hanya dapat dilakukan apabila semua komponen bangsa
bersatu dan saling mendukung dalam segala upaya pemberantasan korulsi.
2.
Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2002 secara jelas sudah memberikan
kewenangan kepada KPK yang sangat kuat dan besar untuk melakukan pemberantasan
korupsi secara sistemik dan menjadikan KPK sebagai tongggak utama dalam
pemberantasan korupsi.
B. Rekomendasi
Sebagai saran penulis
sampaikan dalam penulisan ini yaitu agar pemberantasan tindak pidana korupsi
yang dilakukan oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dapat berjalan dengan
baik, maka diperlukan komitmen yang kuat dan peningkatan kerja sama serta
koordinasi dengan instansi pemerintah dan penegak hukum lainnya.
DAFTAR PUSTAKA
A. Buku
E.Y. Kanter dan S.R.
Sianturi, Asas-Asas Hukum Pidana di Indonesia dan Penerapannya, Jakarta, Alumni
AHM-PTHM, 1982.
Moeljatno, Asas-Asas Hukum Pidana, Rineka
Cipta, Bandung, 1993.
R. Soesilo, KUHP Serta
Komentar-Komentarnya Lengkap Pasal Demi Pasal, Politea, Bogor, 1996.
Soedjono
Dirjosisworo, Fungsi
Perundang-undangan Pidana Dalam Penanggulangan Korupsi Di Indonesia, Cv
Sinar Baru, Bandung, 1984.
B. Peraturan
Perundang-undangan
Undang-Undang Nomor 31
Tahun 1999 jo Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 Tentang Pemberantasan Tindak
Pidana Korupsi.
Undang-Undang Nomor 30
Tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasan Korupsi
[1]) Kompas,
19 Maret, 2005.
[2]) Kompas,
21 Oktober 2003.
[3]) Tempo,
23-29 April, 2002.
[4]) Djoko
Prakoso dan Ali Suryati, Upetisme
Ditinjau Dari Undang-Undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi cetakan I tahun
1971, Bina Aksara, Jakarta, 1986, hlm. 8.
[5]) R.
Soesilo, KUHP Serta
Komentar-Komentarnya Lengkap Pasal Demi Pasal,Politea, Bogor, hlm.
434.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Silahkan teman-teman bisa syaring dan memberikan komentar dari tulisan kami..... jika ada coretan yang salah atau kurang tepat bisa disyaringkan disini saya hanya manusia biasa yang baru belajar.. tanks