Dalam tulisannya tersebut Wilson (1887: 1) mengatakan: ―No
one wrote systematically of administration as a branch of the science
of government until the present century had passed it first youth and
had begun to put forth its characteristic flower of systematic
knowledge. Up to our own day all the political writers whom we now read
and though, argued, dogmatized, only about the constitution of
governments; about nature of the state, the essence and seat of
sovereignty, popular power and kingly prerogative…The central field of
controversy was that great field of theory in which monarchy rode tilt
against democracy, in which oligarchy would have built for itself
strongholds of privilege, and in which tyranny sought opportunity to
make good its claim to receive submission from all competitors. The
question, how law should be administered with enlightenment, with
equity, with speed, and without friction, was put aside as a practical
detail which clerks could arrange after doctor had agreed upon
principles‖. Menurut Wilson, Ilmuwan Politik lupa bahwa
kenyataannya lebih sulit mengimplementasikan konstitusi dengan baik
dibanding dengan merumuskan konstitusi itu sendiri. Sayangnya ilmu yang
diperlukan untuk itu belum ada. Oleh karena itu, untuk dapat
mengimplementasikan konstitusi dengan baik maka diperlukan suatu ilmu
yang kemudian disebut Wilson sebagai Ilmu Administrasi tersebut. Ilmu
yang oleh Wilson disebut ilmu administrasi tersebut menekankan dua hal,
yaitu perlunya efisiensi dalam mengelola pemerintahan dan perlunya
menerapkan merit system dengan memisahkan urusan politik dari
urusan pelayanan publik. Agar pemerintahan dapat dikelola secara
efektif dan efisien, Wilson juga menganjurkan diadopsinya
prinsip-prinsip yang diterapkan oleh organisasi bisnis ―the field of administration is the field of business‖.
Penjelasan ilmiah terhadap gagasan Wilson tersebut kemudian dilakukan oleh Frank J. Goodnow yang menulis buku yang berjudul: ―Politics and Administration‖ pada
1900. Buku Goodnow tersebut seringkali dirujuk oleh para ilmuwan
administrasi negara sebagai „proklamasi‟ secara resmi terhadap lahirnya
Ilmu Administrasi Negara yang memisahkan diri dari induknya, yaitu
Ilmu Politik. Era ini juga sering disebut sebagai era paradigma
dikotomi politik-administrasi. Melalui paradigma ini, Ilmu
Administrasi Negara mencoba mendefinisikan eksistensinya yang berbeda
dengan Ilmu Politik dengan ontologi, epistimologi dan aksiologi yang
berbeda. Beberapa tahun kemudian, sebuah buku yang secara sistematis
menjelaskan apa sebenarnya Ilmu Administrasi Negara lahir dengan
dipublikasikannya buku Leonard D. White yang berjudul ―Introduction to the Study of Public Administration‖ pada
1926. Buku White yang mencoba merumuskan sosok Ilmu Administrasi
tersebut pada dasarnya sangat dipengaruhi oleh berbagai karya ilmuwan
sebelumnya yang mencoba menyampaikan gagasan tentang bagaimana suatu
organisasi seharusnya dikelola secara efektif dan efisien, seperti
Frederick Taylor (1912) dengan karyanya yang berjudul ―Scientific Management‖, Henry Fayol (1916) dengan pemikirannya yang dituangkan dalam monograf yang berjudul ―General and Industrial Management‖, W.F. Willoughby (1918) dengan karyanya yang berjudul ―The Movement for Budgetary Reform in the State‖, dan Max Weber (1946) dengan tulisanya yang berjudul ―Bureaucracy‖. Era berikutnya merupakan periode di mana para ilmuwan administrasi negara berusaha membangun body of knowledge ilmu
ini dengan terbitnya berbagai artikel dan buku yang mencoba menggali
apa yang mereka sebut sebagai prinsip-pinsip administrasi yang
universal. Tonggak utama dari era ini tentu saja adalah munculnya
artikel L. Gulick (1937) yang berjudul ―Notes on the Theory of Organization‖ di mana dia merumuskan akronim yang terkenal dengan sebutan POSDCORDB (Planning, Organizing, Staffing, Directing, Co-ordinating, Reporting dan Budgeting). Tidak dapat dipungkiri, upaya para ahli administrasi negara untuk mengembangkan body of knowledge ilmu
administrasi negara sangat dipengaruhi oleh ilmu manajemen.
Prinsip-prinsip administrasi sebagaimana dijelaskan oleh para ilmuwan
tersebut pada dasarnya merupakan prinsip-prinsip administrasi yang
diadopsi dari administrasi bisnis yang menurut mereka dapat juga
diterapkan di organisasi pemerintah.
Perkembangan
pergulatan pemikiran ilmuwan administrasi negara diwarnai sebuah era
pencarian jati diri Ilmu Administrasi Negara yang tidak pernah
selesai. Kegamangan para ilmuwan administrasi negara dalam
meninggalkan induknya, yaitu Ilmu Politik, untuk membangun
eksistensinya secara mandiri bermula dari kegagalan mereka dalam
merumuskan apa yang mereka sebut sebagai prinsip-prinsip administrasi
sebagai pilar pokok Ilmu Administrasi Negara. Keruntuhan gagasan
tentang prinsip-prinsip administrasi ditandai dengan terbitnya tulisan
Paul Applebey (1945) yang berjudul ―Government is Different‖. Dalam
tulisannya tersebut Applebey berargumen bahwa institusi pemerintah
memiliki karakteristik yang berbeda dengan institusi swasta sehingga
prinsip-prinsip administrasi yang diadopsi dari manajemen swasta tidak
serta merta dapat diadopsi dalam institusi pemerintah. Karya Herbert
Simon (1946) yang berjudul ―The Proverbs of Administration‖ semakin
memojokkan gagasan tentang prinsip-prinsip administrasi yang terbukti
lemah dan banyak aksiomanya yang keliru. Kenyataan yang demikian
membuat Ilmu Administrasi Negara mengalami „krisis identitas‟ dan
mencoba menginduk kembali ke Ilmu Politik. Namun demikian, hal ini
tidak berlangsung lama ketika ilmuwan administrasi negara mencoba
menemukan kembali fokus dan lokus studi ini. Kesadaran bahwa lingkungan
pemerintahan dan bisnis cenderung mengembangkan nilai, tradisi dan
kompleksitas yang berbeda mendorong perlunya merumuskan definisi yang
jelas tentang prinsip-prinsip administrasi yang gagal dikembangkan oleh
para ilmuwan terdahulu. Dwiyanto (2007) menjelaskan bahwa lembaga
pemerintah mengembangkan nilai-nilai dan praktik yang berbeda dengan
yang berkembang di swasta (pasar) dan organisasi sukarela. Mekanisme
pasar bekerja karena dorongan untuk mencari profit, sementara lembaga
pemerintah bekerja untuk mengatur, melayani dan melindungi kepentingan
publik. Karena karakteristik antara birokrasi pemerintah dan organisasi
swasta sangat berbeda, maka para ilmuwan dan praktisi administrasi
negara menyadari pentingnya mengembangkan teori dan pendekatan yang
berbeda dengan yang dikembangkan oleh para ilmuwan yang mengembangkan
teori-teori administrasi bisnis. Dengan kesadaran baru tersebut maka
identitas Ilmu Administrasi Negara menjadi semakin jelas, yaitu ilmuwan
administrasi negara lebih menempatkan proses administrasi sebagai
pusat perhatian (fokus) dan lembaga pemerintah sebagai tempat praktik
(lokus).
Pada titik ini dapat
disimpulkan bahwa kelahiran Ilmu Administrasi Negara sangat dipengaruhi
oleh dua cabang ilmu, yaitu Ilmu Politik dan Ilmu Manajemen.
Kesadaran bahwa Ilmu Administrasi Negara tidak dapat terlepas dari
Ilmu Politik, karena proses administrasi pemerintahan tidak terlepas
dari proses politik, dan realitas bahwa prinsip-prinsip administrasi
tidak dapat diterapkan secara general pada organisasi pemerintah dan
swasta sekaligus semakin mengukuhkan pemahaman bahwa yang dimaksud
dengan Ilmu Administrasi Negara adalah ilmu tentang bagaimana proses
administrasi pemerintahan dikelola secara baik dengan menggunakan
prinsip-prinsip manajemen yang sesuai dengan tujuan pembentukan
organisasi pemerintah, yaitu untuk mengatur, melayani dan melindungi
kepentingan publik. Dengan pencapaian tersebut, Dwiyanto (2007: 109)
menyebut bahwa Ilmu Administrasi Negara tumbuh menjadi sebuah ilmu
yang semakin dewasa dan mampu menyejajarkan dirinya dengan induknya,
yaitu Ilmu Politik dan Ilmu Manajemen.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Silahkan teman-teman bisa syaring dan memberikan komentar dari tulisan kami..... jika ada coretan yang salah atau kurang tepat bisa disyaringkan disini saya hanya manusia biasa yang baru belajar.. tanks